Manado – Wacana radikalisme yang disuarakan pemerintah menuai kontroversi. Muncul dugaan ini proxy negara untuk alihkan masalah. Namun ada juga mengakui radikalisme itu fakta.
KAHMI Manado coba merajut gagasan para aktivis dalam diskusi Pengajian Inklusive bertema Proxy Radikalisme Fiksi atau Fakta.
Diskusi yang memakan waktu dua itu tidak cukup rasanya bagi puluhan aktivis muda untuk menemukan titik temu tentang radikalisme fiksi atau fakta.
Malah Pemantik dialog Anis Toma, mengakui radikalisme ini proxy. Bisa hanya fiksi dan bisa menjadi fakta.
Ia tidak berani menyimpulkan apakah radikalisme ini sengaja diciptakan oleh kelompok tertentu atau memang negara melihat ada gejala radikalisme di tengah warga.
“Saya tidak berani menyimpulkan apakah ini sengaja dimainkan kelompok tertentu atau negara melihat adanya gejala radikalisme,” kata Anis.
Ani menjelaskan, secara etimologi adalah hal secara mendasar (principle). Radikalisme perlu dipandang dari 2 kacamata yang berbeda. Radikal positif dan serta radikal negative.
Radikal Positif maksudnya adalah secara mendasar kita pegang sebagai suatu prinsip hidup kita, misalnya terkait keyakinan (iman), nasionalis dan hal-hal prinsip lain terkait kemanusiaan.
“Sedangkan negatif maksudnya prinsip kita yang paling benar dan prinsip orang lain salah atau dalam Islam kita bisa katakan mudah mengkafir-kafirkan orang yang berbeda madzab atau aliran dengan kita,” jelasnya.
Lebih jauh, Kepala MIN 2 Manado ini menyentil sejarah di zaman sahabat nabi telah ada peristiwa yang melatarbelakangi kelompok yang melahirkan gerakan radikal.
Misalnya peristiwa lahirnya kelompok Khawarij, antara kelompok Muawiyah dan Ali bin AbiThalib. Khawarij merupakan suatu kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang kemudian keluar dan meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang Shiffin pada tahun 37 h/648 M dengan kelompok Muawiyah bin Abu Sufyan persengketaan khalifah.
Selain itu, lanjut Anis, ada juga peristiwa 11 September 2001 di Amerika yang mengakibatkan runtuhnya Gedung WTC oleh kelompok Al-Qaeda dipimpin oleh Osama Bin Laden.
“Dari sini lahir stereotip bahwa Islam identik dengan radikal sehingga label itu menyebar yang akhirnya lahirlah islamophobia,” tandasnya.
Ia juga menambahkan, ada 4 Faktor benih radikalisme. Yakni faktor Ekonomi, Politik, Psikologi dan Pendidikan. Ke empat faktor ini bisa jadi faktor utama suatu individu atau kelompokmenjadi radikal.
Pengajian yang dipandu moderator Rizaldy Pedju ini diawali dengan penjelasan Presidium Kahmi Manado, Idham Malewa.
Idham mengatakan, radikalisme menjadi boming di mana-mana. Makin masif di era pemerintahan Jokowi jilid 2.
“Ini makin masif di era Presiden Jokowi melalui Menkopolhukam dan Menteri Agama,” kata Idham.
Ia menambahkan, pengajian bulanan ini adalah kerinduan bagi Alumni HMI Kota Manado guna menjalin silaturahmi dan peka terhadap tema kontekstual.
“Pengajian ini juga sarana untuk menyambung tali silaturahmi. KAHMI mampu menjawab tantangan sebagai agen of changes yang progresif, tambahya.
Selain itu, jurnalis senior ini menegasikan agenda tradisi intelektual tak ada kaitan dengan Muswil KAHMI Sulut dan agenda politik 2020.(tsir)