Manado – Peran perempuan dalam sejarah kemerdekaan tidak disaksikan lagi. Namun, banyak kisah heroik perempuan dalam memperjuangkan kemerdekaan seperti Kartini dan Dewi Sartika yang membuka gerbang pencerahan bagi perempuan agar memiliki wawasan yang tidak lagi terdoktrin dengan tugas “Kasur,sumur,dapur”.
Selain itu, Cut Nyak Dien dan Nyi Ageng Serang perna berdiri digaris terdepan melawan Belanda bersama Laksamana Malahayati dengan keberaniannya melawan penjajah dilautan Indonesia.
Tidak hanya terninabobo dalam sejarah, saat ini juga banyak para pejuang emansipasi yang mendobrak pintu pendiskreditan perempuan. Yang hasilnya sekarang banyak perempuan yang berpendidikan, menjadi pengusaha hebat, menjadi penulis terkenal, atau terjun dalam dunia politik, tentu tanpa meninggalkan kodratnya sebagai perempuan.
Akan tetapi, saat ini masih ada saja perempuan yang terpaku dengan streotip perempuan lemah dan laki laki kuat.
Perempuan tidak bisa terjun dalam ranah publik seutuhnya karena terbentur dengan beban ganda sebagai ibu rumah tangga, perempuan tidak bisa setara dengan laki-laki. Perempuan sendirilah yang membatasi dirinya sendiri, padahal perempuan haruslah berdikari walaupun tidak menjadi tokoh pemimpin setidaknya perempuan harus menjadi cendekia.
Masih banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang harus kita tuntaskan sebagai perempuan, yang paling utama dan memprihatinkan adalah perempuan masih saja menjadi objek eksploitasi, entah eksploitasi tubuh, wajah, bahkan suara.
Lihat saja banyaknya iklan yang memamerkan objek seksualitas perempuan sebagai daya tarik bagi para konsumen lelaki. Stop menjadikan diri kita sendiri sebagai objek ekploitasi pemuas nafsu lelaki.
Selain itu, dalam dunia politik saat ini ada pemenuhan kuota 30% untuk keterwakilan perempuan yang sulit untuk dipenuhi, partai politik kesulitan mencari tokoh wanita untuk diusung menjadi wakil rakyat bahkan dibeberapa daerah parpol kebingungan mencari perempuan yang mau mendaftar, padahal perempuan sendirilah yang harus merebut dan memperjuangkan “kemerdekaannya”.
Harusnya perempuan saat ini tidak lagi berpikir menjadi pelengkap tetapi harus berperan setara dengan lelaki dalam ruang domestik ataupun ruang publik.
Kita harus mendobrak keteguhan sistem patriarki yang telah mengakar. Seperti kata Flechenberg “kita harus berhenti menjadi kucing jinak dan menjadi singa mengaum”.
Dirgahayu Republik Indonesia ke-74 Merdeka !!
Penulis : Fauziah Tompoh